Dalam prakteknya,
menurut Joenarso (2005) sebenarnya pihak pengadilan memberi keleluasaan kepada
calon orangtua angkat untuk memilih hukum adat atau hukum positif (hukum
negara) yang bersumber pada hukum Burgelijk
Weetbook (BW). Bila pemohon memilih hukum adat seperti yang terjadi pada
praktek adopsi dalam budaya tertentu, biasanya proses pengadopsiannya dilakukan
secara adat dahulu secara pribadi tanpa melibatkan pengadilan, baru
pengukuhannya dilakukan di pengadilan.
Di pengadilan lanjut Joenarso
lagi, sifatnya hanya pengukuhan atau
bersifat deklaratif. Berdasarkan hal itu menurutnya, isi amar (perintah) putusan
nantinya disebutkan “Menyatakan sah pengadopsian anak oleh A atas anak B”.
Joenarso menambahkan, arti penting dari adanya penetapan pengadilan adalah
sebagai alat pembuktian bila nantinya terjadi persengketaan secara hukum,
sehingga pengukuhan tersebut memiliki kekuatan hukum dalam negara.
Berbeda dengan praktek adopsi yang
terjadi di Indonesia khususnya adopsi kerabat, maka dalam budaya jawa secara
adat pun proses pengadopsian tidak dibuat jelas. Hal ini dikarenakan tidak
dilakukannya upacara adat yang mengundang masyarakat sebagai sarana
penginformasian dan pembuktian terjadinya proses pengadopsian terhadap anak
adopsi. Padahal hukum di negara kita menyediakan ruang bagi masyarakat yang menjalankan
proses pengadopsian agar dapat meminimalkan permasalahan yang kemungkinan
terjadi selama pengadopsian. Berdasarkan hal ini tentunya akan sangat wajar
bila dari permukaannya dapat dinilai bahwa adopsi yang dilakukan tanpa prosedur
hukum yang sah akan rentan sekali terhadap munculnya permasalahan, terutama
bagi masa depan anak yang diadopsi.
Sebagai tambahan, saya paparkan
syarat–syarat pengadopsian anak menurut hukum adat di daerah yang dikeluarkan
oleh Mahkamah Agung dalam bukunya, “Penelitian Hukum Adat tentang Warisan”
(dalam Martosedono, 1990). Syarat – syarat tersebut meliputi:
- Sebelumnya harus ada kata sepakat dari keluarga atau
saudara laki–laki calon ayah angkat. Persetujuan dari keluarga ayah angkat
ini diperlukan karena menyangkut nama keluarga yang akan disandang oleh
calon anak adopsi dan demi kesejahteraan bersama.
- Harus ada kata sepakat dari pihak yang melepaskan
dan pihak yang menerima anak tersebut.
- Pihak yang melepaskan dan pihak yang menerima harus
menghadap Pengadilan Negeri untuk memberikan pernyataan atas maksud untuk
melakukan pengadopsian tersebut
Peace, 3us ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar