Kamis, 17 Januari 2013

HUKUM DALAM ADOPSI KERABAT By 3us



              Dalam prakteknya, menurut Joenarso (2005) sebenarnya pihak pengadilan memberi keleluasaan kepada calon orangtua angkat untuk memilih hukum adat atau hukum positif (hukum negara) yang bersumber pada hukum Burgelijk Weetbook (BW). Bila pemohon memilih hukum adat seperti yang terjadi pada praktek adopsi dalam budaya tertentu, biasanya proses pengadopsiannya dilakukan secara adat dahulu secara pribadi tanpa melibatkan pengadilan, baru pengukuhannya dilakukan di pengadilan.
            Di pengadilan lanjut Joenarso lagi,  sifatnya hanya pengukuhan atau bersifat deklaratif. Berdasarkan hal itu menurutnya, isi amar (perintah)  putusan nantinya disebutkan “Menyatakan sah pengadopsian anak oleh A atas anak B”. Joenarso menambahkan, arti penting dari adanya penetapan pengadilan adalah sebagai alat pembuktian bila nantinya terjadi persengketaan secara hukum, sehingga pengukuhan tersebut memiliki kekuatan hukum dalam negara.
            Berbeda dengan praktek adopsi yang terjadi di Indonesia khususnya adopsi kerabat, maka dalam budaya jawa secara adat pun proses pengadopsian tidak dibuat jelas. Hal ini dikarenakan tidak dilakukannya upacara adat yang mengundang masyarakat sebagai sarana penginformasian dan pembuktian terjadinya proses pengadopsian terhadap anak adopsi. Padahal hukum di negara kita menyediakan ruang bagi masyarakat yang menjalankan proses pengadopsian agar dapat meminimalkan permasalahan yang kemungkinan terjadi selama pengadopsian. Berdasarkan hal ini tentunya akan sangat wajar bila dari permukaannya dapat dinilai bahwa adopsi yang dilakukan tanpa prosedur hukum yang sah akan rentan sekali terhadap munculnya permasalahan, terutama bagi masa depan anak yang diadopsi.
            Sebagai tambahan, saya paparkan syarat–syarat pengadopsian anak menurut hukum adat di daerah yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dalam bukunya, “Penelitian Hukum Adat tentang Warisan” (dalam Martosedono, 1990). Syarat – syarat tersebut meliputi:
  1. Sebelumnya harus ada kata sepakat dari keluarga atau saudara laki–laki calon ayah angkat. Persetujuan dari keluarga ayah angkat ini diperlukan karena menyangkut nama keluarga yang akan disandang oleh calon anak adopsi dan demi kesejahteraan bersama.
  2. Harus ada kata sepakat dari pihak yang melepaskan dan pihak yang menerima anak tersebut.
  3. Pihak yang melepaskan dan pihak yang menerima harus menghadap Pengadilan Negeri untuk memberikan pernyataan atas maksud untuk melakukan pengadopsian tersebut
Peace, 3us ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar