Kamis, 17 Januari 2013

TINGKAH LAKU LEKAT (ATTACHMENT BEHAVIOUR) By 3us


Tingkah laku lekat (attachment behavior) merupakan tingkah laku yang khusus pada manusia, yaitu kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan orang lain, untuk mencari kepuasan dalam hubungan dengan orang lain tersebut (Monks dkk., 2001).
            Menurut Monks dkk., pada kelekatan maka pemenuhan keinginan bukanlah merupakan hal yang pokok, namun hal tersebut menjadi penting pada tingkah laku ketergantungan. Berbeda dengan kelekatan, ketergantungan dapat ditujukan pada sembarang orang, namun kelekatan selalu tertuju pada orang–orang tertentu saja. Tingkah laku lekat lanjut Monks dkk., pada anak kecil dapat dilihat sebagai berikut: menangis bila obyek lekatnya pergi, senang dan tertawa bila obyek lekatnya kembali, kemudian juga mengikuti dengan mata, arah menghilangnya obyek lekat tersebut. Tingkah laku lekat ini berkembang di tahun – tahun pertama usia anak (Monks dkk., 2001).

1 Munculnya tingkah laku lekat
            Ada beberapa pendapat mengenai timbulnya tingkah laku lekat (Monks dkk., 2001), yaitu adalah sebagai berikut:

a. Hipotesis mengenai nafsu sekunder
            Pendapat ini mengatakan bahwa ketergantungan sosial terjadi karena ketergantungan fisik melalui proses belajar; misalnya bila nafsu primer anak selalu terpenuhi oleh orang tertentu atau bila dekat dengan orang tersebut, maka orang tertentu itu akan memperoleh nilai positif bagi anak dan terjadilah pada anak nafsu sekunder terhadap orang tertentu itu, yaitu orang yang mengasuhnya. Anak kemudian akan melekatkan dirinya pada orang yang mengasuhnya tersebut.

b. Keterangan kedua memiliki sifat kognitif persepsual
            Anak merasa tertarik pada seseorang karena sifat–sifat persepsualnya atau sifat–sifat yang dapat dilihat pada anak. Pada mulanya, roman wajah manusia memiliki daya tarik yang alami bagi anak. Bila anak seringkali melihat orang tertentu, maka anak akan mengenal sifat–sifat khusus orang tertentu itu. Bila orang tersebut ada di dekat anak, maka anak akan merasa aman. Bila ada orang asing datang, maka anak akan mengetahui perbedaannya antara orang asing dengan orang yang telah dikenalnya sebelumnya. Anak akan bersikap negatif terhadap orang yang asing tersebut. Dalam hal ini kelekatan diterangkan oleh proses belajar pengamatan. Pengamatan berulang–ulang terhadap orang–orang tertentu menimbulkan kelekatan.

2 Control theory of attachment (Bowlby)
            Bowlby berpendapat bahwa timbulnya kelekatan anak terhadap figur lekat (biasanya ibu) adalah suatu akibat dari aktifnya suatu sistem tingkah laku (behavioral system) yang membutuhkan kedekatan dengan ibu (Bowlby dalam Monks dkk, 2001). Bowlby mengatakan, jika anak ditinggalkan ibu atau dalam keadaan takut, sistem tingkah laku tadi segera menjadi aktif dan hanya bisa dihentikan oleh suara, penampilan, atau rabaan ibu. Kebutuhan anak untuk melekatkan diri, mengikuti, menangis dan tertawa juga merupakan hal–hal penyebab timbulnya tingkah laku lekat anak. Tetapi, apa yang dimaksudkan dengan sistem tingkah laku adalah lebih dari itu.
            Menurut Bowlby, sistem tingkah laku adalah suatu kumpulan tingkah laku yang lebih kompleks dan bertujuan, yang timbul antara bulan ke-9 dan ke-18 usia anak. Sistem tingkah laku ini berkembang karena interaksi anak dengan lingkungannya, terutama dengan ibu. Berdasarkan hal ini, maka menurut Bowlby tingkah laku lekat tadi termasuk kelompok tingkah laku sosial. Sehingga tingkah laku lekat sebagai akibat dari aktifnya suatu sistem tingkah laku disebut control theory of attachment behavior.


            Dalam teorinya pula Bowlby menjelaskan tentang keadaan anak yang kehilangan obyek kelekatan untuk waktu yang agak lama dalam tahun–tahun pertama. Hal ini seperti yang terjadi pada anak adopsi bila pengadopsiannya dilakukan secara paksa atau tidak mementingkan persetujuan anak yang akan diadopsi. Bowlby mencatat tiga stadium tingkah laku anak dalam dituasi semacam itu, yaitu:
    1. fase protes: menangis, agresi, tidak mau makan
    2. fase putus asa: interaksi normal dengan anak–anak dan orang dewasa lain, tetapi acuh terhadap orangtuanya bila ditengok (dikunjungi).
    3. Pada perpisahan yang lama akan menunjukkan tingkah laku tak perduli terhadap kontak dengan orang lain.

3. Penggantian Obyek Kelekatan
Anak Kera yang mengganti obyek kelekatan ibu dengan boneka
            Mungkin akan timbul sebuah pertanyaan. Apakah peranan ibu biologis tidak dapat digantikan oleh orang lain, seperti antara ibu angkat dengan anak adopsi? Apakah dyade (relasi yang simbiotik) hanya mungkin terjadi  antara ibu biologis dengan anak? Ataukah hal yang penting dalam relasi semacam itu adalah perhatian, kelanggengan dan sifat pemberian cinta yang tulus dari pihak orang dewasa?
Menjawab hal tersebut, Papousek & Papousek (dalam Monks dkk., 2001) menemukan: atas dasar penelitian–penelitian bertahun–tahun terhadap bayi–bayi, bahwa bukan person ibu atau person pengasuh yang penting, melainkan sampai dimanakah orang dewasa tadi mampu memberikan perhatian penuh kepada lebih dari satu anak dan dapat memenuhi persyaratan yang dibutuhkan bagi perkembangan kognisi dan emosional anak.
Kemudian akan menimbulkan pertanyaan baru: faktor apakah yang menentukan siapa yang akan menjadi obyek kelekatan pada anak? Dalam Monks dkk., (2001) disebutkan bahwa, ternyata faktor pengasuhan bukan merupakan hal yang menentukan, karena 20% kelekatan pertama ditujukan pada orang yang sama sekali tidak berurusan dengan pengasuhan anak. Ada dua macam tingkah laku yang menyebabkan seseorang dipilih sebagai obyek kelekatan (Monks dkk, 2001), yaitu:

1.                           Sering mengadakan reaksi terhadap tingkah laku anak yang dimaksudkan untuk menarik perhatian.
2.                           Sering membuat interaksi secara spontan dengan anak.

Obyek kelekatan tidak selalu hanya satu orang saja. 1/3 dari jumlah anak sejak awal mempunyai kelekatan dengan orang yang berbeda–beda, dan pada usia 1,5 tahun hal tersebut merupakan keadaan yang biasa (Monks dkk, 2001). Lanjut Monks, biasanya ada hierarkhi antara orang–orang yang menjadi obyek kelekatan. Ibu biasanya memiliki kedudukan yang paling atas, tetapi pada usia 1,5 tahun, 1/3 dari jumlah anak mempunyai orang lain (bukan ibu) sebagai obyek lekat yang pertama. Bila anak ada di dekat obyek lekat, timbullah keberanian untuk bereksplorasi. Sebaliknya anak akan mengalami ketakutan untuk berpisah dengan obyek lekatnya.

Peace, 3us ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar