Tingkah
laku lekat (attachment behavior)
merupakan tingkah laku yang khusus pada manusia, yaitu kecenderungan dan
keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan orang lain, untuk mencari
kepuasan dalam hubungan dengan orang lain tersebut (Monks dkk., 2001).
Menurut Monks dkk., pada kelekatan
maka pemenuhan keinginan bukanlah merupakan hal yang pokok, namun hal tersebut
menjadi penting pada tingkah laku ketergantungan. Berbeda dengan kelekatan,
ketergantungan dapat ditujukan pada sembarang orang, namun kelekatan selalu
tertuju pada orang–orang tertentu saja. Tingkah laku lekat lanjut Monks dkk.,
pada anak kecil dapat dilihat sebagai berikut: menangis bila obyek lekatnya
pergi, senang dan tertawa bila obyek lekatnya kembali, kemudian juga mengikuti
dengan mata, arah menghilangnya obyek lekat tersebut. Tingkah laku lekat ini
berkembang di tahun – tahun pertama usia anak (Monks dkk., 2001).
1 Munculnya tingkah laku lekat
Ada beberapa pendapat mengenai
timbulnya tingkah laku lekat (Monks dkk., 2001), yaitu adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis mengenai nafsu sekunder
Pendapat ini mengatakan bahwa
ketergantungan sosial terjadi karena ketergantungan fisik melalui proses
belajar; misalnya bila nafsu primer anak selalu terpenuhi oleh orang tertentu
atau bila dekat dengan orang tersebut, maka orang tertentu itu akan memperoleh
nilai positif bagi anak dan terjadilah pada anak nafsu sekunder terhadap orang
tertentu itu, yaitu orang yang mengasuhnya. Anak kemudian akan melekatkan
dirinya pada orang yang mengasuhnya tersebut.
b. Keterangan kedua memiliki sifat kognitif persepsual
Anak merasa tertarik pada seseorang
karena sifat–sifat persepsualnya atau sifat–sifat yang dapat dilihat pada anak.
Pada mulanya, roman wajah manusia memiliki daya tarik yang alami bagi anak.
Bila anak seringkali melihat orang tertentu, maka anak akan mengenal
sifat–sifat khusus orang tertentu itu. Bila orang tersebut ada di dekat anak,
maka anak akan merasa aman. Bila ada orang asing datang, maka anak akan
mengetahui perbedaannya antara orang asing dengan orang yang telah dikenalnya
sebelumnya. Anak akan bersikap negatif terhadap orang yang asing tersebut.
Dalam hal ini kelekatan diterangkan oleh proses belajar pengamatan. Pengamatan
berulang–ulang terhadap orang–orang tertentu menimbulkan kelekatan.
2 Control theory
of attachment (Bowlby)
Bowlby berpendapat bahwa timbulnya
kelekatan anak terhadap figur lekat (biasanya ibu) adalah suatu akibat dari
aktifnya suatu sistem tingkah laku (behavioral
system) yang membutuhkan kedekatan dengan ibu (Bowlby dalam Monks dkk,
2001). Bowlby mengatakan, jika anak ditinggalkan ibu atau dalam keadaan takut,
sistem tingkah laku tadi segera menjadi aktif dan hanya bisa dihentikan oleh
suara, penampilan, atau rabaan ibu. Kebutuhan anak untuk melekatkan diri,
mengikuti, menangis dan tertawa juga merupakan hal–hal penyebab timbulnya
tingkah laku lekat anak. Tetapi, apa yang dimaksudkan dengan sistem tingkah
laku adalah lebih dari itu.
Menurut Bowlby, sistem tingkah laku
adalah suatu kumpulan tingkah laku yang lebih kompleks dan bertujuan, yang
timbul antara bulan ke-9 dan ke-18 usia anak. Sistem tingkah laku ini
berkembang karena interaksi anak dengan lingkungannya, terutama dengan ibu.
Berdasarkan hal ini, maka menurut Bowlby tingkah laku lekat tadi termasuk
kelompok tingkah laku sosial. Sehingga tingkah laku lekat sebagai akibat dari
aktifnya suatu sistem tingkah laku disebut control
theory of attachment behavior.
Dalam teorinya pula Bowlby
menjelaskan tentang keadaan anak yang kehilangan obyek kelekatan untuk waktu
yang agak lama dalam tahun–tahun pertama. Hal ini seperti yang terjadi pada
anak adopsi bila pengadopsiannya dilakukan secara paksa atau tidak mementingkan
persetujuan anak yang akan diadopsi. Bowlby mencatat tiga stadium tingkah laku
anak dalam dituasi semacam itu, yaitu:
- fase protes: menangis, agresi, tidak mau makan
- fase putus asa: interaksi normal dengan anak–anak
dan orang dewasa lain, tetapi acuh terhadap orangtuanya bila ditengok
(dikunjungi).
- Pada perpisahan yang lama akan menunjukkan tingkah
laku tak perduli terhadap kontak dengan orang lain.
3. Penggantian Obyek Kelekatan
Anak Kera yang mengganti obyek kelekatan ibu dengan boneka |
Mungkin
akan timbul sebuah pertanyaan. Apakah peranan ibu biologis tidak dapat
digantikan oleh orang lain, seperti antara ibu angkat dengan anak adopsi?
Apakah dyade (relasi yang simbiotik)
hanya mungkin terjadi antara ibu
biologis dengan anak? Ataukah hal yang penting dalam relasi semacam itu adalah
perhatian, kelanggengan dan sifat pemberian cinta yang tulus dari pihak orang dewasa?
Menjawab
hal tersebut, Papousek & Papousek (dalam Monks dkk., 2001) menemukan: atas
dasar penelitian–penelitian bertahun–tahun terhadap bayi–bayi, bahwa bukan person ibu atau person pengasuh yang penting, melainkan sampai dimanakah orang
dewasa tadi mampu memberikan perhatian penuh kepada lebih dari satu anak dan
dapat memenuhi persyaratan yang dibutuhkan bagi perkembangan kognisi dan
emosional anak.
Kemudian
akan menimbulkan pertanyaan baru: faktor apakah yang menentukan siapa yang akan
menjadi obyek kelekatan pada anak? Dalam Monks dkk., (2001) disebutkan bahwa,
ternyata faktor pengasuhan bukan merupakan hal yang menentukan, karena 20%
kelekatan pertama ditujukan pada orang yang sama sekali tidak berurusan dengan
pengasuhan anak. Ada dua macam tingkah laku yang menyebabkan seseorang dipilih
sebagai obyek kelekatan (Monks dkk, 2001), yaitu:
1.
Sering mengadakan reaksi terhadap tingkah laku anak yang
dimaksudkan untuk menarik perhatian.
2.
Sering membuat interaksi secara spontan dengan anak.
Obyek
kelekatan tidak selalu hanya satu orang saja. 1/3 dari jumlah anak sejak awal
mempunyai kelekatan dengan orang yang berbeda–beda, dan pada usia 1,5 tahun hal
tersebut merupakan keadaan yang biasa (Monks dkk, 2001). Lanjut Monks, biasanya
ada hierarkhi antara orang–orang yang menjadi obyek kelekatan. Ibu biasanya
memiliki kedudukan yang paling atas, tetapi pada usia 1,5 tahun, 1/3 dari
jumlah anak mempunyai orang lain (bukan ibu) sebagai obyek lekat yang pertama.
Bila anak ada di dekat obyek lekat, timbullah keberanian untuk bereksplorasi. Sebaliknya
anak akan mengalami ketakutan untuk berpisah dengan obyek lekatnya.
Peace, 3us ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar