Jumat, 11 Januari 2013

DEFINISI ADOPSI ANAK By: 3us



Menurut Salim (1987) kata adopsi berasal dari kata adopt dalam bahasa inggris yang berarti memungut dan mengambil. Kemudian kata ini mengalami perluasan menjadi adoption atau adopsi dalam bahasa indonesia.  Istilah adopsi yang berarti mengambil, memakai atau memungut sesuatu, dewasa ini sering didefinisikan tersendiri bila dikaitkan dengan masalah anak (mengambil, memungut anak). Hal ini menyebabkan makna kata adopsi yang dasarnya adalah kata kerja, bila dikaitkan dengan masalah adopsi pada anak maka akan berubah menjadi kata benda, sehingga bila kita mendengar kata “Adopsi”, spontan makna yang kita serap adalah mengenai masalah pengambilan anak dan pemungutan anak.  Dalam bahasa indonesia sehari–hari istilah adopsi anak lebih akrab dengan istilah pengangkatan anak, oleh karenanya istilah pengangkatan anak, pemungutan anak dan adopsi anak adalah memiliki makna yang serupa.
Ada beberapa definisi yang berbeda dari beberapa sumber yang berbeda pula terkait dengan istilah adopsi anak. Perbedaan ini dikarenakan pemakaian istilah adopsi anak disesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat tertentu sebagai pihak–pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan adopsi. Namun walaupun berbeda, keseluruhan definisi ini saling mengisi sehingga mampu memberikan definisi utuh yang lebih mendalam mengenai adopsi anak.
Definisi pertama adalah pengertian adopsi anak yang paling sederhana yaitu, pengangkatan anak orang lain untuk dijadikan anak sendiri berdasarkan proses hukum (Salim, 1991). Selanjutnya pengertian adopsi anak didefinisikan lebih luas lagi sebagai pengangkatan anak secara resmi dan disahkan melalui keputusan pengadilan, sehingga hak–hak anak secara hukum diakui terutama dalam pembagian harta (Majalah Anggun, p.18, Oktober, 2005), sedangkan Gosita (2004) memberikan definisi yang lebih kompleks lagi mengenai adopsi anak yaitu bahwa adopsi anak adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak turunannya sendiri, berdasarkan ketentuan–ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan.
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa istilah adopsi anak identik dengan prosedur hukum yang sah, sehingga seorang anak dapat dikatakan sebagai anak adopsi bila proses pengadopsiannya dilakukan dengan proses hukum yang berlaku, namun hal yang menarik adalah pada definisi terakhir yang dikemukakan oleh Gosita. Gosita menyinggung masalah proses hukum dengan tidak sebatas pada hukum pemerintahan (negara), namun pengertian hukum menurut Gosita lebih fleksibel karena didasarkan pada hukum yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan, yang juga berarti budaya atau adat istiadat masyarakat yang bersangkutan. Hal ini terkait dengan masalah adopsi anak di Indonesia yang lebih didominasi pelaksanaannya berdasarkan adat istiadat dan budaya masyarakatnya yang plural (beraneka ragam), sehingga masalah adopsi anak di Indonesia akan memiliki definisi yang berbeda lagi bila dikaitkan dengan masalah budaya atau adat istiadat masyarakatnya. 
Adopsi anak menurut pengertian agama dan adat istiadat dalam masyarakat memiliki dua pengertian. Pertama: Adopsi anak adalah mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian, kasih sayang, dan diperlakukan oleh orangtua angkatnya seperti anaknya sendiri tanpa memberi status anak kandung kepadanya, sedangkan pengertian kedua: Adopsi anak adalah mengambil anak orang lain untuk diberi status sebagai anak kandung sehingga anak tersebut berhak memakai nasab (pertalian keluarga) orangtua angkatnya dan mewarisi harta peninggalannya serta hak–hak lainnya selayaknya hubungan anak dengan orangtua.
Berdasarkan pengertian ini maka dapat diambil pemahaman bahwa, istilah adopsi menurut budaya di masyarakat kita identik dengan pemberian status sebagai anak kandung atau tidak, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa, dalam adopsi anak secara budaya, ada pihak–pihak yang mengambil anak bukan untuk diberi status sebagai anak kandung secara sah menurut hukum yang ada, namun mereka mengambil anak hanya untuk dipelihara dan ditanggung kesejahteraan hidupnya, sedangkan status anak kandung tetap murni menjadi milik orangtua kandung anak yang bersangkutan, namun ada pula yang memberikan status anak kandung terhadap anak yang diadopsinya.
            Pada pelaksanaannya, terdapat perbedaan–perbedaan tata cara pada masyarakat kita bila hendak menjalankan proses adopsi anak. Perbedaan tata cara tersebut disebabkan karena perbedaan budaya dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Contohnya seperti yang terjadi di Bali. Adopsi anak pada umumnya dilakukan dengan memakai upacara keagamaan dan dengan pengumuman serta disaksikan oleh pejabat dan tokoh agama agar jelas status anak tersebut. Setelah acara berakhir maka anak tersebut akan menjadi anggota penuh dari kerabat yang mengangkatnya, sehingga terputus hak warisnya dengan kerabat lamanya.
Lain halnya dengan pelaksanaan adopsi anak di Sulawesi Selatan. Pada akhirnya anak adopsi tetap memiliki hubungan waris dengan orangtua kandung dan kerabat lamanya, sehingga anak adopsi tidak berhak menjadi ahli waris dari orangtua angkat dan keluarga barunya, walaupun begitu anak adopsi tetap bisa diberi hibah (wasiat).
Berbeda lagi dengan adopsi anak yang terjadi di Jawa, karena adopsi jenis ini cukup kompleks, maka tema ini tidak dibahas di sini, namun akan dibahas tersendiri pada judul tersendiri.

Peace, 3us ^_^

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar