Dalam pelaksanaan
adopsi yang rentan terhadap munculnya masalah, membuat Gosita (2004)
mengemukakan tentang pembedaan pihak–pihak yang beruntung dan yang tidak
beruntung (korban) sebagai akibat pelaksanaan adopsi anak. Menurutnya, masalah
pihak yang beruntung atau tidak beruntung dalam praktek adopsi anak itu
sebetulnya adalah sesuatu yang relatif dan tidak dapat diramalkan terlebih
dahulu secara tepat. Tetapi walaupun demikian, hal ini perlu diperhatikan dan
dipersoalkan demi kepentingan perlindungan anak.
a. Pihak yang beruntung
1. Pihak orangtua
angkat yang terpenuhi keinginanya dengan
dilakukannya pengadopsian anak. Namun, keberuntungannya ini tidak dijamin akan
lestari karena kemungkinan–kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu sebagai
berikut; situasi dan kondisi di kemudian hari yang berubah-ubah dari diri anak
adopsi (perubahan perilaku), masih atau tidak diterima lagi oleh keluarga dan
masyarakat sekitar, dan juga bila ternyata anak adopsi tidak seperti yang
orangtua angkat harapkan seperti pada waktu pertama kali melihat anak adopsi
tersebut (misalnya ternyata anak adopsi memiliki kelainan mental atau fisik dan
sebagainya). Bila hal ini terjadi maka, keberuntungannya akan berubah menjadi
penderitaan.
2. Orangtua
kandung. Hal ini dapat terjadi bila orangtua kandung merasa, dengan membiarkan
anaknya diadopsi orang lain, bebannya akan berkurang atau hilang. Namun,
keberuntungannya pun dapat pula berubah menjadi penderitaan bila kemudian
mengetahui bahwa anaknya mengalami perlakuan yang tidak baik.
3. Anak yang
diadopsi. Hal ini kemungkinan dapat terjadi bila anak adopsi merasa dengan
pengadopsiannya membuat hidupnya jauh lebih baik daripada ketika dirinya hidup
dengan keluarga kandungnya (baik dari segi materiil maupun moriil).
b. Pihak yang menderita (korban)
Dalam pengadopsian anak, satu–satunya pihak yang akan menderita atau yang
menjadi korban bila muncul permasalahan adalah anak adopsi itu sendiri. Harapan
bahwa pengadopsian anak itu dapat mengatasi kesulitan hidup anak ternyata tidak
selalu dapat diwujudkan. Ternyata kerapkali pelaksanaan adopsi anak justru
mengembangkan lebih banyak kesulitan bagi kehidupan anak adopsi dikemudian
hari. Penderitaan anak adopsi tidak
segera terjadi pada saat pengadopsian anak dilaksanakan, namun akan terjadi
dikemudian hari yaitu pada saat atau keadaan sebagai berikut:
- Anak adopsi tidak menarik atau tidak menyenangkan
lagi bagi orangtua angkat. Hal ini dapat disebabkan karena kemungkinan
anak angkat memiliki cacat mental atau fisik sehingga menjadi beban
orangtua angkat, merugikan finansial orangtua angkat dan memalukan
keluarga. Akibatnya anak adopsi akan ditelantarkan dan diabaikan.
- Anak adopsi dikucilkan oleh keluarga dan lingkungan
sekitar dengan berbagai cara karena anak angkat tersebut berperilaku buruk
atau nakal. Sebab, berperilaku asosial adalah akibat pembinaan yang tidak
membangun dari orangtua angkatnya atau akibat pemanjaan oleh orangtua
angkatnya.
- Anak adopsi menderita mental, fisik dan sosial
karena tidak diterima sepenuhnya oleh keluarga angkat karena perbedaan
ciri–ciri fisik yang ada pada dirinya sejak lahir. Mengalami diskriminasi
yang merupakan suatu bentuk victimisasi
karena perbedaan keturunan, ras, bangsa asal mula dan lain sebagainya.
- Anak adopsi menderita akibat dimanfaatkan untuk
mencari keuntungan keuangan, diperdagangkan karena ciri–ciri tubuh yang
menarik atau karena tubuh yang kuat. Anak angkat diperlakukan secara tidak
layak sebagai manusia. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian mental dan
fisik sosial pada diri anak adopsi, tanpa mendapatkan ganti rugi (dijual
atau disiksa tanpa dapat membalas).
- Anak adopsi menderita karena tidak adanya atau tidak
diterapkannya hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang–undangan
tentang pengadopsian anak. yang mencegah anak diperlakukan secara tidak
adil dan tidak dikembangkan kesejahteraannya. Sayang sekali bila anak–anak
usia balita tidak berkuasa dan berkekuatan untuk membela diri bila
diperlakukan tidak adil oleh pengadopsi.
Peace, 3us ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar